ACEH

Biota Laut Terancam Punah, Kapolda Diharap Menindak Pengguna Pukat Harimau Beroperasi di Aceh Timur

Nampak kapal penjaring ikan menggunakan pukat harimau

ACEH TIMUR || MEDIASUARANEGERI.COM – Para Nelayan Tradisional di seputaran Kuala Idi perairan Kabupaten Aceh Timur mengaku resah akibat banyaknya kehadiran kapal ilegal yang menangkap ikan dengan menggunakan pukat harimau (trawl).

Sebagaimana berdasarkan pasal 2 Peraturan Mentri (Permen) nomor 02 tahun 2015 tentang larangan menggunakan alat tangkap jenis trawl atau pukat hela dan pukat tarik selain terancam biota laut seperti zooplankton, terumbu karang dan keaneka ragaman hayati kelautan lainnya juga akan ikut punah.

Meski dilarangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (trawls) dan pukat tarik (seine nets) di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia karena merupan hal ilegal, namun hal tersebut tidak menyudutkan semangat para pemilik Kapal trowl untuk terus melakukan aktifitasnya di bibir pantai Aceh, Khususnya di Pesisir Pantai Aceh Timur.

Hal tersebut disampaikan oleh seorang nelayan tradisional, Bustami, warga Kuala Idi, Idi Rayeuk, yang mengaku sedih karena telah kehilangan 97 buah bubu rawe (ranjungan kepiting) miliknya pada Rabu 7/12/2022 lalu lenyap akibat terseret pukat harimau yang beroperasi saban hari.

“Bayangkan hampir setiap hari belasan unit kapal yang menggunakan pukat harimau hadir di peraian Kuala Idi, Kuala Simpang Ulim hingga ke Kuala Krueng Thoe Madat, sayangnya terkadang mereka beroperasi jaraknya hanya satu mil dari bibir pantai. Bahkan Saya pernah meminta ganti dari toke boat katrowl, namun pemilik kapal trowl malah mengaku tidak pernah bersalah,” kata Bustami yang mewakili para nelayan lainnya, pada Jum’at Sore hari.

Bustami juga menjelaskan, akibat ulah dari pukat harimau, banyak nelayan tradisional diwilayah Kuala Idi, Simpang Ulim hingga Kuala Leuge Peureulak menuai kerugian.

“Saat ini ada beberapa unit kapal gunakan pukat harimau, baik ukuran kecil maupun besar terlihat bebas menagkap ikan dengan cara ilegal. Setiap hari terlihat banyak kapal liar, dengan Tonos groos (GT) berbeda-beda, minimal 10 hingga 20 unit barlayar setiap hari di wilayah Kuala Idi hingga Simpang Ulim dan Madat,” bebernya.

Menyikapi keresahan nelayan tradisional yang barasal dari kelurga miskin, Masri SP aktivis sosial Aceh Timur meminta kepada penegak hukum untuk tindak tegas terhadap kasus tersebut.

“Saya meminta Kapolda Aceh, Polres Aceh Timur, Kementerian Kelautan dan Perikanan harus segera turun tangan guna menyelamatkan biota laut, seperti terumbu karang, bio plankton, agar laut di Aceh Timur tidak rusak ekosistem, pinta Masri, Jum’at (09/12/2022).

Lanjut Masri, Jangan sampai seperti laut Belawan, Sumut, yang tandus akibat terumbu karang rusak sehingga ikan – ikan sudah berimigrasi. Jika itu terjadi, maka yang rugi adalah nelayan kecil yang menangkap ikan dengan alat tradisional,” Tegas aktivis Aceh Timur tersbut.

“Mereka itu mafia yang selalu mengincar zona tangkap nelayan tradisional di Aceh Timur dan bukan hanya itu, mereka juga telah merusak rumpon ikan milik nelayan kecil. Baik siang ataupun malam, mereka itu kapal pukat trawl ada operator nya, dan pukat pukat harimau adalah hama perusak bagi nelayan tradisional. Akibat ulahnya yang ilegal, semakin merugikan nelayan kecil hingga ekonomi nelayan tradisional semakin terpuruk,” demikian pungkasnya.

[zbn86]

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({google_ad_client: "ca-pub-7658722301248693",enable_page_level_ads: true});
To Top