NASIONAL

Pengamat: BPIP Kuatkan Pancasila agar Tak Tergoda Ideologi Radikal

Ket foto: (kanan) Tenaga Ahli Menkominfo Lathifa Al Anshori, Edward Panggabean /ft.ist

SUARANEGERI || JAKARTA – Pendiri Pusat Studi Politik dan Kebijakan Strategis Indonesia (Polkasi), Stanislaus Riyanta mendorong agar Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) bisa memaksimalkan diri untuk menggalang kalangan muda Indonesia agar tidak tergoda dengan kelompok berpaham radikal.

“BPIP ini agar menguatkan Pancasila kepada pemuda agar generasi muda itu tidak tergoda untuk bergabung dalam ideologi radikalisme,” kata Stanislaus dalam diskusi virtual yang di gawangi Indonesian Journalist of Law, Jakarta Barat, Jumat (24/7/2020).

Dalam diskusi virtual bertema Radikalisme Dikalangan Remaja yang didukung media ProPublik.id, Sanis menjelaskan, pencegahan paham radikal bagi kalangan generasi muda Indonesia adalah pekerjaan yang penting. Sebab, Upaya pencegahan paham radikalisme dan intoleransi di kalangan generasi muda Indonesia tidak bisa dikerjakan oleh satu elemen atau lembaga saja, perlu ada kolaborasi dan bersinergi antar lembaga lainnya.

“Sejauh ini kerja-kerja pencegahan masif dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), tapi perlu ada penguatan lainnya dengan pelibatan lembaga-lembaga lainnya, baik itu BPIP, Kepolisian, maupun lembaga-lembaga terkait,” ujar Pengamat Intelijen tersebut.

Senada juga disampaikan Tenaga Ahli Menkominfo Lathifa Al Anshori pekerjaan penangulangan terorisme secara bersama-sama, kedepan dia perlu adanya literasi digital atas permasalahan tersebut, seperti BPIP yang dinilai secara terus menerus mensosialiasikan tentang Pancasila, kemudian BNPT serta Polri.

“Harus kita ajarkan kepada masyarakat soal literasi digital. Pemerintah juga rajinnya BPIP mensosialisasikan tentang Pancasila dan BNPT penanggulangan terorisme dan Polri juga sama. Masyarakat agar berani melaporkan kalau melihat kawannya yang cenderung radikal dan intoleran,” ujar Latifa.

Mantan penyiar Televisi Nasional itu menambahkan ketika ada warga negara memakai kata Khilafah, dan itu dinilai menjadi sesuatu yang positif, maka perlu dicurigai. Apalagi, ketika ada aturan yang dibuat oleh Pemerintah, acapkali kelompok-kelompok tersebut mencari jalan untuk memojokkan pemerintah melalui media-media sosial,

“Orang-orang radikal yang terdeteksi dengan kontak-kontak. Saya dapat informasi ada tokoh-tokoh yang cenderung dirikan khilafah, dan mereka dekati anak-anak muda yang influenser. Contoh mereka aktif di youtube dan punya subscriber jutaan bisa menyasar pesan mereka apalagi yang jadi penonton youtube kan anak-anak muda,” ujarnya.

Baik Stanislaus maupun Latifa sepakat, penangulangan terorisme tidak bisa hanya ditangani satu instansi BNPT saja, tapi semua intansi agar ikut terlibat. [Red]

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({google_ad_client: "ca-pub-7658722301248693",enable_page_level_ads: true});
To Top