BERITA SULBAR

Festival Sulbar Harmoni Disorot! Jejak Dugaan Penyimpangan Mengemuka, Pemanfaatan Jalan Tanpa Izin

PASANGKAYU, Mediasuaranegeri.com — Di balik gemerlap Festival Sulbar Harmoni di Pasangkayu muncul rentetan dugaan kejanggalan yang memantik pertanyaan publik. Mulai dari tarif lapak selangit, kebijakan tanpa subsidi, hingga dugaan pemanfaatan badan jalan tanpa izin resmi. Hasil penelusuran menunjukkan sejumlah poin yang berpotensi melanggar aturan penggunaan ruang publik dan memberatkan pelaku UMKM.

Dalam penelusuran, seluruh UMKM termasuk yang merupakan binaan pemerintah dibebankan biaya penuh tanpa ada bentuk subsidi apa pun. Panitia berdalih biaya ditentukan oleh standar produksi, talent, dan tenda.

Namun angka yang disampaikan panitia memunculkan pertanyaan besar. Mereka mengklaim struktur biaya Festival UMKM yang menjadi bagian dari kegiatan mencapai Rp300–350 juta per tenant. Nilai ini dinilai tidak wajar oleh sejumlah pemerhati ekonomi UMKM karena terlalu tinggi untuk sebuah event skala kabupaten.

Penyimpangan kian menguat ketika panitia mengakui penggunaan trotoar atau setengah badan jalan depan masjid sebagai area lapak berbayar. Mereka bahkan memungut biaya Rp1.000.000 per lapak, padahal area itu tidak termasuk dalam izin resmi yang diberikan pemerintah daerah.

Ini mengindikasikan bahwa panitia memperluas area komersial di ruang publik tanpa dasar hukum yang jelas, berpotensi menyalahi aturan tata ruang dan hak penggunaan jalan.

Penelusuran juga menemukan kebijakan ganda yang membingungkan peserta. Panitia melarang pedagang berjualan di taman depan panggung dengan alasan estetika dan kelancaran arus pengunjung, namun pada saat yang sama membuka lapak tambahan di area jalan yang justru tidak berizin.

Inkonsistensi ini memunculkan dugaan bahwa aspek estetika hanyalah alasan pembungkus, sementara tujuan utama adalah memaksimalkan pemasukan.

Meski pendaftaran dibuka secara online, sejumlah pelaku UMKM mempertanyakan transparansi dalam pembagian zona lapak. Beberapa peserta menuding adanya “zona strategis” yang tidak terbuka untuk semua dan diduga menguntungkan kelompok tertentu.

Panitia membantah tudingan tersebut dan menyatakan seluruh penempatan telah melalui mekanisme internal yang mereka sebut “transparan”, tanpa membeberkan detail parameter pembagiannya.

Perwakilan panitia, Aidil, menyebut perluasan area dilakukan sebagai antisipasi kerumunan. Namun pernyataannya justru memperjelas bahwa banyak keputusan di lapangan tidak merujuk pada dokumen izin resmi.

“Kami sewakan jalan depan masjid dan biayanya berbeda dengan area di dalam alun-alun,” ujarnya beberapa hari lalu, November 2025.

Ia menegaskan panitia tidak akan menambah fasilitas tanpa tercapainya indikator target tertentu, tanpa menjelaskan indikator apa yang dimaksud.

Sampai berita ini diturunkan, belum ada klarifikasi resmi dari pemerintah daerah terkait dugaan pelanggaran izin dan potensi penyalahgunaan ruang publik dalam kegiatan tersebut.

Dirman

***

The Latest

To Top