NASIONAL

LSM LIRA Gelar Rapimnas Sekaligus Peluncuran Logo Baru

*Shadow of Governance*

Sejak berdiri, Lira dipimpin Jusuf Rizal. LSM ini unik dan mirip ormas yang memiliki jaringan sampai tingkat desa bahkan rukun tentangga atau RT. Pemimpin tingkat Dewan Pimpinan Pusat (DPP) LSM ini disebut Presiden.

Selain pengurus DPP, Lira telah memiliki pengurus wilayah (DPW) di 32 provinsi, dan lebih 200 dewan pengurus daerah (DPD) tingkat kabupaten/kota. Dari sini terbentuk ratusan kepengurusan di tingkat kecamatan dan ribuan pengurus tingkat kelurahan, desa bahkan sampai tingkat RW dan RT. Lira memiliki struktur kepengurusan laiknya struktur pemerintah (shadow of governance).

Pada 2009, Lira mendapat rekor Museum Rekor Indonesia atau Muri sebagai LSM terbesar dan terbanyak cabangnya di Indonesia. Sampai kini, rekor itu masih bertahan. “Lira menjadi LSM yang terbesar dan terbanyak cabangnya sebagai organisasi LSM tidak berbadan hukum yang terdaftar di Kesbangpol sesuai UU Keormasan 17 tahun 2013,” jelas Jusuf Rizal, di sela-sela Rapat Pimpinan Nasional LSM Lira di Batu Malang, Jawa Timur, Rabu (19/6).

Acara Rapimnas ini sekaligus peluncuran logo baru dan peringatan ulang tahun Lira. Rampimnas di Kota Wisata Batu ini digelar dari tanggal 19-21 Juni. Di tingkat DPP sampai cabang, LSM ini secara teratur menyelenggarakan rapat-rapat sesuai tingkatannya. Di tingkat pusat ada rapat kerja nasional, rapat pimpinan nasional sampai musyawarah nasional.

Aktivis Lira berasal dari berbagai kalangan dan partai politik. Di sejumlah daerah, aktivis Lira banyak menjadi calon legilatif di berbagai parpol. Selain itu ada juga yang mencalonkan diri sebagai bupati, walikota bahkan gubernur dari jalur independen maupun lewat parpol. Sebagian di antara mereka lolos dan sebagian lagi gagal.

Dalam kondisi yang heterogen begitu, DPP Lira menghindari mengarahkan anggotanya untuk berafiliasi pada parpol tertentu. Pada tahun 2009, misalna, aktivis Lira telah tersebar di semua Parpol. Bahkan, aktivis Lira juga tak semuanya berasal dari elemen relawan SBY-JK.

Pada Pemilu Legislatif 2009 ratusan aktivis Lira menjadi caleg dan Jusuf Rizal sendiri menjadi caleg Partai Amanat Nasional (PAN) untuk Daerah Pemilihan Jawa Timur V, Kab/Kota Malang. Dia juga harus bersaing dengan aktivis Lira lainnya di Dapil yang sama dari partai berbeda. Jusuf belum beruntung untuk menjadi anggota legislatif.

Selain itu, pada Pilpres 2009, Jusuf Rizal kembali mengerek bendera dukungan kepada SBY yang berpasangan dengan Boediono melalui lembaga baru President Center Indonesia (PCI). Tentu saja tak semua DPW Lira mendukung keputusan DPP yang mengarahkan pilihan pada pasangan SBY-Boediono. Lira Sulawesi Selatan, misalnya, lebih condong kepada pasangan Jusuf Kalla – Wiranto. Hanya saja, Lira Sulsel merekomendasikan tokoh setempat untuk bergabung dalam PCI.

“Sebagian besar Lira Daerah membentuk PCI dan mendukung SBY-Boediono,” kata Jusuf Rizal. Dan, menurut dia, DPW sah-sah saja menentukan pilihan ke mana, sebab Lira adalah LSM. “Kita harus pisahkan antara keputusan soal politik dengan kerja LSM.”

Pada Pilpres tahun ini Jusuf Rizal masih mengibarkan PCI untuk terlibat dalam relawan pilpres. Jika pada pemilu 2014 ia membawa PCI mendukung Prabowo Subianto-Hatta Radjasa, maka pada 2019 memilih mendukung Joko Widodo-KH Ma’ruf Amin. Seperti yang sudah-sudah, aktivis Lira tidak selalu mendukung PCI. Pengurus Lira Sulsel, NTB dan sejumlah daerah lain lebih condong mendukung Prabowo-Sandiaga Uno.

Laman: 1 2 3 4 5

(adsbygoogle = window.adsbygoogle || []).push({google_ad_client: "ca-pub-7658722301248693",enable_page_level_ads: true});
To Top